Laman

Selasa, 05 Mei 2015

Yang Tak Terucap (#KampusFiksi Emas 2015)

Tulisan ini saya buat tepat tiga hari setelah Hari-H ultah Kampus Fiksi. Karena waktu itu belum jadi, makanya baru saya publish sekarang, setelah jadi. So, bayangkan saja hari ini adalah tepat tiga hari setelah Ulang Tahun Kampus Fiksi yang ke-2 terselenggara.

Keluarga Besar Kampus Fiksi


Kalau boleh jujur, sudah tiga hari ini saya belum mandi. Kenapa? Karena saya nggak mau kehilangan bau ultah Kampus Fiksi yang masih melekat di badan saya. *Jeng jeng*
Dalam konteks itu, tentu dapat disimpulkan pula bahwa selama tiga hari tersebut, saya belum ganti baju sama sekali. *Jeng jeng jeng*

Saya adalah alumni Kampus Fiksi 12 yang kira-kira masih sebulan lalu diadakan, istilahnya yang paling junior. Oleh sebab itu, mau bagaimana juga saya mesti SKSD sama yang lain. Dianggep sok kenal tak masalah, dianggep sok deket, ya, emang. Saya hanya nggak mau, setiap teman-teman yang lain ngerumpi, saya hanya bisa diem, melompong, mulut menganga, membuka seperti anus burung onta yang sedang putus asmara. *Jedeeerrr...*

Nih dia penampakan peserta-peserta Kampus Fiksi 12


Sempat nyesel juga nggak bisa sampai Jogja pada Sabtu sore. Kenapa? Karena saya nggak bisa ikut karaokean bareng Mas Sayfullan, Mas Reza, Mbak Ve, Mbak Rara, Mbak Tiwi, Mbak Mufi, Mbak Fea, Mbak Farrah dll.


Ya, walau saya juga nggak yakin akan diajak meski sudah sampai sana. behahaha.

Dan setelah saya pikir-pikir, semua itu nggak masalah sebenarnya, ada yang lebih wajib: saya mesti berangkat bareng Trice dan Douglas ke Jogja dengan selamat. Karena tetap kesehatan yang nomor satu *lirik Pak Edi*. Hmm, meski pada akhirnya kami berangkat dari Semarang jam setengah sebelas malam, dan sampai di asrama jam dua dini hari.


Nggak nyesel datang!


Udah.


Eh, belum ding.

Ada beberapa hal yang masih ingin saya sampaikan:
  • Pertama, menanggapi si Lampu Pijar, koreksi: si Pijar Hati
Saya termasuk salah seorang yang salut sama si Pijar. Bagi saya, beliau adalah sosok yang apa adanya, sangat menghargai orang lain, selalu bersemangat, antusias, dan perhatian. Pokoknya Abang-able banget. Beberapa tulisan di blognya, saya baca. Dan salah satunya, berhasil membuat saya menitikkan air mata. Rasanya hati ini ikut nggak terima pada kenyataan. Tapi apa daya, Allah adalah sebenar-benarnya yang paling benar, seadil-adilnya yang paling adil, saya yakin si Pijar lebih mengerti dari saya. Yakin! Nggak pernah nyesel kenal ama orang macam beliau.

Jadi, kapan kita main "pisang-pisangan" lagi, Jar? *Tratakdungcesss*

  • Kedua, menanggapi si Bocah Kampung
Mungkin nggak banyak yang ngerti sama beliau, termasuk saya. Tapi, saya tetap akan selalu bersikap seperti ini, seadanya saja. Karena saya yakin, apa yang dia perbuat adalah semata-mata apa yang benar-benar diperhitungkannya. Meski saya yakin beliau ngitungnya nggak pakai rumus-rumus matematika juga, apalagi rumus Pythagoras. Beliau juga termasuk salah seorang yang sanggup membikin gue terkagum-kagum lewat goresan penanya, koreksi: tekanan jarinya (keyboard komputer). Jenius! Mungkin lebih tepatnya gila. Beliau adalah sedikit dari orang di dunia ini yang gila tapi nggak masuk RSJ.

Jadi, kapan berani main catur lawan saya? *masalah pribadi*

***

Mungkin, sebagian orang mengalami: pernah ada suatu masa, beberapa hal di dalamnya tak pernah bisa terucapkan secara lisan, namun ingin diceritakan. Dan ironisnya, itu yang sedang saya alami. Lebih memilih untuk tidak bersuara namun sungguh dalam hati ini ingin sekali mengungkapkan. Maka, dengan sangat sengaja, tulisanyang nggak jelas—ini saya buat.

Mungkin memang sudah menjadi semacam kewajaran jika manusia datang kemudian pergi, bertemu kemudian berpisah, menerima dan akhirnya melepaskan. Pun hakekat dunia tercipta juga memang tempat persinggahan, bukan? Manusia hidup di dunia hanya seperti mampir minum belaka. Di dunia saja singgah, apalagi di hati orang!? Pasti sebentar sekali. Namun, tetap saja, ada sebuah alasan yang boleh jadi digunakan untuk perkecualian—perpisahan—itu sendiri, yakni: keluarga. 
 
Bagi saya, keluarga adalah keluarga itu sendiri. Dari situlah kita belajar mengerti dari kesalahpahaman, saling memahami dari ketidaksamaan, berlatih kompak dari ketidakterbiasaan, tertawa gembira dari duka yang dilalui bersama, dan belajar bahagia dari keberhasilan saling menopang dan menggenggam erat. Pun keluarga adalah tempat kita mencurahkan rasa, asa, dan cita-cita, bukan? Bersama keluarga, kita merajut kenangan.

Adapun harapan kecil saya, rasa kekeluargaan yang kemarin saya rasakan bahkan sampai detik ini, semata-mata bukan hanya euforia belaka. Tapi juga untuk seterusnya. Karena bagi saya, keluarga adalah alasan yang benar-benar tepat untuk tinggal dan menetap lebih lama. Saya tak akan muluk-muluk berbicara masalah keabadian, selamanya, ataupun ever after. Setidaknya ikatan ini tetap ada, bahkan tak terkurangi sedikit pun, itu adalah hal yang teramat luar biasa.

Salam manis dari saya : Wawan Esideika, yang berbahagia karena bisa menjadi bagian dari Keluarga Besar Kampus Fiksi.

***

NB: Setelah tulisan ini dibuat, akhirnya saya rela untuk mandi. Walau setelah mandi, saya masih tetap belum ganti baju....


Wabilkhusus buat Pak Edi, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya


Oh iya, sedikit saja, semacam twist di ending. Taraaa...!












7 komentar:

  1. "Manusia hidup di dunia hanya seperti mampir minum belaka."
    harusnya mampir pipis, Waw, wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Woh iya, ya, Prid. Mampir pipis trus bayar 2000 rupiah

      Hapus
  2. Perlu kutambah namamu nggak nih, Tan? wkwk

    Yang bener Trice Tan, itu dah paten! hahaha

    BalasHapus
  3. Iya, bener... Si Pijar Hati dan si Bocah Kampung emang begitu.. Setuju. #eh 😸

    Aamiin utk harapannya agar kekeluargaan ini tak sekadar euforia belaka... Jadi nanti kalau saya ke semarang tolong ditampung, diantar jemput, ditraktir, diberi makan dan minum yah... 😜😜

    BalasHapus
  4. Si Pijar semoga tetap berpijar meski bumi akan segera melahapnya.. .

    Woiiii jangan lupa bimbingan! Semangat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Woh ada Bang Sayfullan. *sungkem*

      Sama-sama semangat Bang! :D

      Hapus